Minggu, 22 Juli 2012

PALAGAN BUBAT


Palagan BUBAT merupakan peristiwa fenomenal yang hingga kini menjadi polemik di segenap masyarakat Sunda dan Jawa, terutama tentang validitas terjadinya peristiwa tersebut.Keraguan tersebut berpangkal kepada persepsi yang dilontarkan kalangan pakar atas ketiadaan bukti tertulis.
Mengapa peristiwa BUBAT tidak tercatat dalam dokumen prasasti baik di Majapahit maupun di Tatar Sunda? Karena peristiwa tersebut merupakan AIB, NODA YANG SANGAT TERCELA DAN SANGAT NISTA bagi kerajaan Adhikuasa di Nusantara pada saat itu. Negara Adhikuasa tersebut sebagai penguasa JATENG dan JATIM (menurut tatanan geografis sekarang) tidak menguasai Tatar sunda! Anggapan sebagai Majapahit adalah negara Adhikuasa pada waktu itu diungkapkan secara resmi didalam dokumen prasasti Tuhanyaru(Jayanagara) yang mencantumkan tatanan politik Majapahit secara terstruktur berlandaskan kosmogoni -konsep keagamaan Hindu Buddha yakni doktrin Brahma yang berbunyi
“Jagat Semesta ini terdiri dari sebuah benua bernama Jambudwipa yang berbentuk lingkaran konsentris. Diluar lautan ketujuh atau yang terakhir,Jagat Semesta ditutup barisan pegunungan yang besar disebut Cakrawala. Ditengah2 Jambudwipa terdapat sebuah gunung yang menjadi pusat peredaran matahari, bulan dan bintang2. Di puncak gunung yang disebut gunung Meru terdapat kota2 tempat tinggal para dewa dikelilingi tempat tinggal para dewaLokapala”
Pandangan kosmogonis inilah yang mempengaruhi alam pikiran manusia yang melahirkan konsep2 (keagamaan) tentang hubungan antara dunia manusia dan Jagat Semesta. Antara lain terhadap kegiatan politik dan budaya, terutama struktur dan susunan pemerintahan kerajaan2 kunadi kawasan Asia Tenggara umumnya. Raja dan Kerajaannya dianggap sebagai mikrokosmos, gambaran nyata dari Jagat Semesta sebagai makrokosmios. Dengan demikian raja dan istananya di ibukota adalah pusat susunan mikrokosmos tersebut. Bahwa antara dunia manusia dan Jagat Semesta dipandang memiliki kesejajaran juga dianut Majapahit seperti tertulis dalam prasasti Tuhanyaru(1323 M).
Maka sebenarnya Adhikuasa dalam tatanan politik Majapahit tersebut lebih cenderung diinterpretasi sebagai konsep simbol belaka karena ketiadaan dokumen tertulis resmi (prasasti) yang menyebutkan tentang adanya penaklukan terhadap negara2 diluar wilayah Majapahit tersebut. Semuanya hanya semata dimaksudkan untuk menempatkan dengan mengatur pola tataletak strategis negara Majapahit di dalam keberadaannya di Nusantara, apalagi ketika itu di Aceh sudah berkembang kerajaan Islam (makam siti Maimun bintiFatimah), apa mungkin suatu pemerintahan Islam mengakui kedaulatan kerajaan yang dianggap musyrik, kecuali sebagai negara sahabat atau kongsi dalam kegiatan perdagangan…
Jika Majapahit kosmisnya berlandaskan doktrin Hindu-Buddha, maka jauh berbeda dengan Tatar Sunda, pada saat itu Priangan Timur/Puseur Galuh dan Priangan Barat/Puseur Sunda telah menyatu dalam satu Panji Kekuasaan yang disebut GALUH-PAKWAN. Konsepnya yaitu TRI TANGTU DI BUMI (sebagaimana sejak awal dikukuhkan oleh regalia TRISULA-prasasti Tugu). Tetapi jelas bahwa Sunda masih tetangga dekat dalam tatanan pulau Jawa. Gajah Mada rupa2nya terpicu untuk menyatukan pulau Jawa dalam panji kuasa bagi rajanya demi karir politik pribadinya dalam kerajaan.
Lantas ia berikrar Sumpah Palapa sebagai puncak pengabdiannya, Mengapa??? Disinyalir (berdasarkan cerita rakyat) waktu itu Hayam Wuruk merupakan anak Gajah Mada dari buah perkawinan gelap (selibat/perselingkuhan) dengan seorang ratu Majapahit, maka itu sumpah Palapa selain hendak merealisasikan konsep kosmogoni Tuhanyaru, juga menjunjung putra kandungnya yang pada sasat itu sedang bertakhta, jerih payah Gajah Mada memang tidak sia2 karena pada saat Hayam Wuruk memerintah dijuluki Sanghyang Wkas ing Sukha -simbol puncak kejayaan Majapahit dibawah perintahHayam Wuruk-.
Alih2 Hayam Wuruk hendak mengawini putri sunda yang konon terkenal karena kemolekannya maka lamaran Hayam Wuruk lantas diterjemahkan oleh Gajah Mada sebagai persembahan upeti Sunda kepada Majapahit. Maka sisanya adalah sejarah,terjadilah PALAGAN di BUBAT dan SUNDA binasa seketika… bukan main2 … PEMBANTAIAN !!!
Yang menjadi pertanyaan apakah benar Prabu Linggabhuana berani melanggar Purbatisti dan Purbajati Sunda di dalam cara mengantarkan putrinya ke pihak pengantin pria. Atau adakah faktor lain yang membuat beliau membuat keputusan seperti itu. Mungkin atas dasar kenyataan bahwa ada dua penerus sah dari tahta KERAJAAN SUNDA yang menjadi raja besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
1. Sanjaya / RakeyanJamri / Prabu Harisdama, raja ke 2 Kerajaan Sunda (723 – 732M),
menjadi raja diKerajaan Mataram (Hindu) (732 – 760M). Ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno,dan sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.
2. Raden Wijaya, penerus sah Kerajaan Sunda ke – 27, yang lahir di Pakuan, menjadi Raja Majapahit pertama (1293 – 1309 M),
maka sang Prabu ingin menyatukan kembali hubunganpersaudaraan diantara mereka.
Jelas Majapahit menyerang rombongan kerajaan Sunda yang dalam keadaan tanpa senjata dan persiapan perang ,inilah AIB KERAJAAN MAJAPAHIT yang tak tertanggungkan -dosa besar dalam tatanan agama- maupun politik karena itu tidak akan pernah dicantumkan di dalam KAKAWIN NAGARAKRTAGAMA oleh Mpu Prapanca. Nagarakrtagama ditulis sebagai PUJASASTRA seorang pujangga Prapanca dengan tujuan Moksha, maka setiap kata2 dan kalimat yang diungkapkannya melantunkan pengabdian dan pujian tertinggi kepada Hayam Wuruk (kala itu Raja dipandang sebagai titisan Dewa di bumi, baik pemimpin tertinggi politik maupun pemimpin tertinggi keagamaan).
Maka yang mencantumkan peristiwa BUBAT adalah CARITA PARAHIYANGAN dan PARARATON (karya sastra tradisi kecil karena itu lebih lugas dan gamblang dalam bercerita tentang peristiwa bersejarah) tergolong kepada Historiografi Tradisional dan validitasnya telah diuji secara Filologia, maka sah dipakai sebagai sumber sejarah.
Ulah Gajah Mada sebenarnya merupakan perpanjangan tangan pamanda Hayam Wuruk yang berjuluk BHRE WENGKER, ia berkedudukan sebagai tangan kanan pemerintahan Hayam Wuruk pada waktu itu (keluarga sangat senior di lingkungan istana dan sarat pengalaman ipoleksosbud) ia tidak rela tahta majapahit bercampur Sunda, maka ia menghasut Gajah Mada (tentu saja dengan ancaman The Red Core Gajah Mada atas perselingkuhannya) untuk membalikkan lamaran hayam Wuruk menjadi suatu peristiwa BEJAT NISTA MEMALUKAN.
Kenyataannya Hayam Wuruk akhirnya dinikahkan dengan adik sepupunya (siapa lagi kalau bukan putri kandung Bhre Wengker).
Disinyalir dari berbagai naskah, politik Gajah Mada memang kotor, berbagai pemberontakan dari dalam kerajaan seperti Nambi juga Tanca sebenarnya adalah hasutan dari Gajah Mada karena Gajah Mada sangat sebal kepada Jayanagara yang doyan peuyeum..peuyeumpuan, ia menggunakan tabib Tanca untuk mengobati bisul jayanagara.
Guna menghudang dendam, maka istri tabib Tanca diumpankan terlebih dahulu ke atas ranjang Jayanagara. Lalu diundanglah tabib Tanca oleh Gajah Mada untuk mengobati bisul Jayanagara. Akhirnya dendam lama terkuak, Jayanagara ditikam sampai mati oleh pisau operasi tabib Tanca, sehingga yang tampak sebagai pesakitan adalah tabib Tanca bukan Gajah Mada.
Begitu juga Sora dan Nambi diadu domba hingga terjadi permusuhan perang dingin berlarut2 lalu Jayanagara menitahkan menumpasnya, maka kesempatan Gajah Mada menumpas tuntas Sora dan Nambi. Ini dia sosok Gajah Mada sesungguhnya !!!
Setelah Palagan Bubat sang mahapatih selalu bersedih mengidap rasa penyesalan yang tak terhingga,hidupnya serasa bergelimang dosa, apabila malam tak dapat memejamkan matanya ,satu2nya jalan pelampiasan adalah dengan meminum tuak hingga jatuh terkapar karena mabuk berat. Sejak itu kebesaran namanya menjadi suram dan pudar. Akhirnya Gajah Mada meloloskan diri dari keramaian kerajaan dan pemerintahan,pergi dan hidup menyendiri memohon pengampunan dewata.
Sedangkan sang prabu Hayam Wuruk sangat sedih tiada tara kehilangan putri idaman yang sudah bertahun2 menjadi idamannya, Nay Ratna Citraresmi Dyah Pitaloka senantiasa membayang di pelupuk matanya.