Pengertian ketahanan pangan berdasarkan UU
7/1996 tentang Pangan adalah terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau. Pengertian ini berbeda dari pengertian ketahanan pangan yang dianut selama
30 tahun masa Orde Baru yang membatasi pengertian ketahanan pangan sebagai
pencapaian swasembada beras .
Ketahanan
pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin
pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi
kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi
mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar
seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang
cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem
konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional
memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya.
Konsep ketahanan pangan umumnya terdiri
dari dua elemen pokok, yaitu pasokan (kecukupan) dan keterjangkauan
(aksesibilitas) pangan, yang di dalamnya mencakup aspek stabilitas produksi,
kebijakan harga, distribusi, dan konsumsi. Sejarah pertanian telah
membuktikan bahwa peranan teknologi dalam peningkatan kecukupan dan
aksesibilitas pangan sangat menonjol.
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan teknologi untuk
meningkatkan produksi dan aksesibilitas adalah tidak hanya ketersediaan
teknologi, namun juga pemanfaatan teknologi tersebut oleh petani dan pengguna
lainnya. Ini berarti selain perakitan teknologi (generating system), diseminasi
teknologi (delivery system) dan
kesiapan petani (receiving system) merupakan sub-subsistem yang akan menentukan
keberhasilan pemanfaatan teknologi untuk peningkatan produksi dan aksesibilitas
produk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar